KOMPAS, Kamis, 26-10-1995. Halaman: 16
KADITLANTAS Polda Metro Jaya, Kolonel (Pol) Soeroso beberapa
waktu lalu mengakui, pada kondisi sekarang, Polantas hanya bisa
berupaya agar lalu lintas aman dan tertib. Itu saja. Sedangkan untuk
membuat lalu lintas lancar adalah hal yang tidak mungkin. Lancar
tidaknya lalu lintas amat bergantung kepada pemakai jalan. Itulah
isi berita Kompas (5/9/1995), berjudul Polisi tak Mungkin Lagi Bikin
Lancar Arus Lalin.
Meski ada keterangan lebih lanjut bahwa polisi membutuhkan
kerja sama yang aktif dengan pemakai jalan, terutama pengemudi,
tampak jelas ada nada putus asa. Masyarakat diharapkan berdisiplin
agar kemacetan lalu lintas tidak menjadi wabah setiap hari. Fenomena
kemacetan Jakarta, di 71 tempat vital, sudah amat sulit bisa diubah
menjadi lancar. Ajakan simpatik, tetapi sulit dituruti. Bagaimana
mungkin mengatur banyak mobil yang semuanya ingin cepat sampai
tujuan seiring dengan kecepatan orang Jakarta mengejar waktu dan
uang.
Sejak pagi hari sebelum matahari terbit, pekerja dari arah
Bogor dan Bekasi sudah menuju Jakarta untuk bekerja. Juga sebelum
pulang, mereka sudah harus mengatur, harus melalui jalur mana,
supaya lebih aman. Itu sebabnya, menemukan jalan alternatif lewat
kampung, sering memberi kepuasan luar biasa. Namun tak berapa lama,
jalan "bebas hambatan" ini pun diketahui banyak orang, sehingga
jalan itu pun dipenuhi kendaraan, macet.
Meski demikian, jangan mengira kota lain tidak bakal "meniru"
kemacetan Jakarta. Bila disiplin mengemudi masih seperti sekarang,
rambu-rambu jalan tidak lengkap, dan ruas jalan tidak bertambah,
bukan mustahil akan terjadi kemacetan di mana-mana.
Situasi lalu lintas di kota, sedikit banyak dipengaruhi sikap
dan cara pengemudi berkendaraan. Cara mengemudi yang tidak mau
antre, main serobot meski bukan jalannya, tentu akan menyumbat
jalan, dan menimbulkan kemcetan. Kebiasaan ini tampak sekali bila
sedang ke luar kota. Pengemudi yang merasa baru saja terbebas dari
kemacetan, seolah-olah menemukan jalan sepi, lapang, dan mobil
dipacu kencang. Mereka asyik menekan pedal gas sampai rapat ke
lantai mobil, lupa kondisi mobil dan situasi jalan. Apakah kondisi
ban gundul atau. tekanan angin tidak normal.
Mereka juga lupa, jalan bergelombang amat mempengaruhi
kestabilan mobil, khususnya jenis minibus yang lebih tinggi dari
sedan. Mobil pun gampang oleng, kehilangan kendali, dan bisa
berakibat, mobil meluncur ke luar jalur, terbalik dan meminta korban
jiwa.
Sikap mental
Meski hukuman yang lebih berat sudah diterapkan, namun
pelanggaran lalu lintas masih juga berlangsung. Melihat keadaan ini,
banyak orangtua, yang SIM-nya masih berbentuk buku kecil seperti
rapor, hanya bisa menggelengkan kepala. Hal-hal yang menurut mereka
dulu tabu, kini begitu saja dilanggar meski penuh risiko. Ironinya,
dulu populasi mobil masih sedikit, jalan raya masih sepi, namun para
pengemudi cenderung mematuhi peraturan dan norma mengemudi. Kini
justru sebaliknya, jalan makin ramai dan padat, namun banyak
pengemudi tidak mengindahkan peraturan dan norma-norma umum.
Dalam keadaan seperti ini, banyak orang mencari kambing hitam.
Konon, para sopir bus harus mengejar setoran, SIM bisa dibeli tanpa
harus mengikuti ujian, mobil sekarang lebih gesit sehingga
merangsang orang untuk ngebut dan kecelakaan tak terhindarkan.
Kecelakaan di jalan raya itu sendiri sering merenggut nyawa orang
yang kita cintai. Bahkan sering terjadi, pengemudi yang mengikuti
aturan secara benar, justru menjadi korban pengemudi yang "ngawur".
Berikut disajikan beberapa saran yang kiranya berguna bagi
mereka yang memprihatinkan situasi lalu lintas kita sekarang ini.
SIM
Cara mengemudi yang baik tidak saja diserahkan kepada sekolah-
sekolah, kursus-kursus mengemudi atau pihak berwajib yang
mengeluarkan izin mengemudi, tetapi harus mulai dari dalam keluarga
sendiri. Anak-anak tidak dengan mudah mendapat SIM atas bantuan
orang tua.
Biasakan anak-anak mulai dengan merawat mobil. Mulai dengan
mencuci dan membersihkan mobil agar menumbuhkan rasa tanggung jawab.
Kalau mobil mengalami kerusakan karena kecerobohan mengemudi, akan
menimbulkan kerugian material dan SIM akan ditahan. Cara ini ibarat
sistem ganda yang sedang digalakkan dalam dunia pendidikan kita.
Bahaya bagi anak
Akhir-akhir ini, ada kecenderungan pengemudi ingin "memanjakan"
anaknya, dengan ikut mengemudi. Biasanya, anak-anak dipangku si
pengemudi, lalu mereka berlalu-lalang di jalan raya. Tindakan ini
jelas tidak dapat dibenarkan. Tanpa disadari pengemudi ini jelas
sudah menanamkan sikap tidak disiplin kepada anak-anak. Bagaimana
mungkin anak kecil sudah diizinkan mengemudi mobil?
Cara memangku anak sambil mengemudi juga mengundang bahaya.
Dalam situasi tidak terduga, tabrakan misalnya, Anda tidak sempat
mengamankan anak dari himpitan antara Anda dengan kemudi, dan ini
jelas membahayakan nyawa si anak.
Meski tidak jelas-jelas dinyatakan dalam Undang-undang Lalu
Lintas, tetapi akibat yang ditimbulkan jelas bisa dianggap sebagai
pelanggaran. Siapa yang bakal menerima hukuman? Jelas si orangtua,
bukan si anak yang belum tahu apa-apa.
Bertelepon Ria (2007)
Tahun 1995, belum serame ria bertelepon ketika mengemudi.
Pada hal kalau seseorang sedang telepon sambil mengemudi,
sangat mengganggu pengemudi di belakangnya. Tak terhindar,
konsentrasi terbagi sehingga kemudi kurang terarah,
bagi orang di belakangnya, tidak bisa berbuat lain kecuali ikut
gaya "kurang baik" yang sedang Anda lakukan.
Di Eropa dan negara maju lainnya sudah dilarang mengemudi
sambil mengemudi.
Bahan bacaan
Hal lain yang sering terjadi dan menyalahi aturan adalah
mengemudi sambil membaca. Hal ini terjadi, terutama bila si
pengemudi sedang mencari alamat seseorang. Selain kendaraan harus
berjalan pelan sehingga mengganggu kendaraan lain di belakangnya,
pandangan pengemudi jelas tidak terpaku ke depan, dan bisa
menimbulkan bahaya. Tidak sedikit kasus kecelakaan terjadi, hanya
karena hal sepele ini. Mengapa tidak ditempuh cara, berhenti
sejenak, membaca alamat, dan kalau kurang paham daerah itu,
pengemudi turun dan bertanya kepada orang lain?
Masih dalam hal bahan bacaan, dahulu orang begitu sulit
mendapatkan SIM. Sebelumnya, para calon pengemudi dipaksa
mempelajari aturan-aturan berlalu lintas. Buku-buku tentang lalu
lintas dulu begitu mudah ditemukan di toko-toko buku. Tetapi
sekarang, buku mengenai aturan-aturan berlalu lintas itu sulit
ditemukan. Kita baru mengetahui, ketika dihadapkan pada pilihan saat
mengikuti ujian SIM.
Tidak mengherankan bila etika mengemudi saja, orang tidak
mengerti. Lalu bagaimana mau mempraktekkan etika mengemudi di jalan
raya? Aturan-aturan seperti, dilarang mendahului dari sebelah kiri,
dilanggar begitu saja. Alasannya, truk besar yang lambat jalannya
dan seharusnya ada di jalur kiri, malah di tengah. Sebaliknya, sopir
truk beralasan, kalau ia mengambil jalur kiri, membahayakan
pengemudi sepeda dan sepeda motor.
Bahaya di tikungan
Hal lain yang membutuhkan kewaspadaan saat mengemudi adalah
tata cara mendahului kendaraan, terutama truk, di mana Anda tidak
bisa melihat situasi jalan yang ada di depan Anda. Barangkali di
depan truk yang akan didahului ada truk lain yang berjalan lambat
atau mobil yang datang dari arah berlawanan.
Keinginan untuk mendahului mungkin tidak hanya terjadi pada
Anda, tetapi juga kendaraan yang ada di belakang Anda. Keadaan
serupa mungkin juga terjadi pada kendaraan lainnya yang datang dari
arah berlawanan.
Sementara itu, untuk mendahului mobil di depan, biasanya harus
tancap gas. Bila perhitungan saat menyalip tidak tepat -- apalagi
ada kendaraan datang dari arah berlawanan -- maka dua kendaraan
dalam kecepatan penuh dan ingin sama-sama mendahului mobil di
depannya bertabrakan keras, disaksikan dua truk yang berjalan
lambat.
Situasi seperti ini, sering terjadi pada tikungan dan juga pada
jalan tanjakan.
Kelas jalan
Jalan juga mengenal kelas, terutama di daerah atau pada
persimpangan jalan negara. Di ujung jalan, jelas tertulis kelas
jalan, yang menurut peraturan, mengatur jenis mobil yang masuk ke
luar di wilayah itu. Biasanya, kelas jalan dihubungkan dengan berat
total dan jarak sumbu roda mobil. Aturan ini berhubungan dengan
tugas para sopir truk yang membawa kendaraan besar.
Banyak kecelakaan terjadi di persimpangan jalan karena para
pengemudi tidak paham kelas jalan. Pengemudi yang satu merasa lebih
berhak bila berada di persimpangan jalan. Seharusnya, mobil yang
sedang berjalan di jalan kelas negara yang lebih lebar, mendapat
kesempatan lebih dahulu. Karena itu, kendaraan yang mau masuk ke
jalan yang lebih lebar harus menyadarinya. Hati-hati, awasi sampai
situasi aman benar, baru masuk ke jalan yang lebih lebar. Tanpa
pengatur lampu lalu lintas pun, mobil yang ada di jalan yang lebih
lebar akan merasa harus didahulukan.
Tanjakan
Sopir-sopir tua (truk), umumnya masih lebih sopan dan solider
terhadap sesama pengemudi. Bila mereka berada di daerah tanjakan,
mobil dari arah berlawanan (menurun) memberi jalan kepada mobil yang
sedang menanjak, dengan memberhentikan kendaraannya di pinggir.
Dengan demikian, kendaraan yang sedang menanjak mendapat lebar jalan
yang aman. Keadaan seperti itu, kini masih sering kita jumpai pada
sebagian sopir truk maupun bus besar yang melewati jalan sempit.
Bagaimanapun juga, mobil bermuatan sarat yang berada di
tanjakan membutuhkan kemampuan dan perhatian ekstra. Ia harus
mengatur agar mobilnya bisa menanjak dengan berhasil. Sang sopir pun
harus berkonsentrasi pada lalu lintas dan mengatur gigi transmisi
yang sesuai agar mobilnya "lolos", apalagi kalau ada kekhawatiran
mobilnya tidak kuat menanjak.
Sebaliknya, mobil yang menurun, dalam posisi menguntungkan.
Tenaga mesin tidak perlu digunakan, hanya untuk membantu pengereman.
Demi amannya dan agar tidak terjadi senggolan, berilah kesempatan
jalan kepada yang sedang mendaki. Hal ini tidak perlu dilakukan pada
jalan yang cukup lebar. Namun, bila di jalan lebar pun Anda berhenti
(untuk memberi kesempatan pada mobil yang naik), bisa jadi Anda akan
menerima umpatan dari sopir-sopir di belakang Anda.
Marka jalan
Bagi sopir yang taat dan punya etika berlalu lintas, tanda-
tanda lalu lintas merupakan pembantu yang didambakan. Sebaliknya,
bagi yang ugal-ugalan, tanda-tanda itu merupakan penghalang yang
harus diterjang. Tanda-tanda di sepanjang jalan, kecuali tanda
dilarang masuk, biasanya dilanggar. Sanksi tegas perlu ditegakkan.
Tampaknya, yang masih ditaati adalah garis marka jalan.
Anggapannya, kalau tidak ditaati bisa terjadi tabrakan. Anda pun
perlu mengetahui maksud garis-garis putih itu, karena pelanggaran
atas garis pembatas itu kini sering mendapat "hadiah" tilang.
Dua garis putih yang sejajar atau hanya satu, melarang mobil
menyeberang, memotong garis itu. Ketentuan ini diadakan karena
sering terjadi kecelakaan di tikungan atau jalan lurus. Di tempat-
tempat seperti ini, sering dijaga petugas. Petugas pun kini tidak
perlu mengejar, karena dengan radio komunikasi, petugas di depan
sudah menanti si pelanggar.
Mengapa dibuat garis terputus-putus? Karena daerah itu rawan
kecelakaan, baik untuk sesama pengemudi maupun bagi pengguna jalan
lain. Bila ingin mendahului truk yang berjalan lambat, bisa memotong
garis putus-putus, asal cukup aman dan bunyikan klakson, lalu
kembali ke jalur semula.
Garis ganda putih, yang satu terputus-putus. Anda boleh
menyeberang dari arah garis yang tidak terputus-putus, asal lalu
lintas aman dan hanya untuk mendahului mobil lain. Setelah itu,
harus kembali ke jalur Anda.
Kucing
Seliweran binatang, sering mengganggu perjalanan Anda. Anjing,
ayam, atau tikus, sering diterjang tanpa banyak pertimbangan. Namun
bagi sebagian pengemudi, ada yang "menghormati" kucing. Akibatnya,
dalam keadaan mobil dipacu tinggi, tiba-tiba Anda harus menekan rem
sekuat-kuatnya, hanya karena ada kucing di depan.
Keadaan seperti ini sering mengakibatkan kecelakaan. Bagi mobil
yang kondisinya tidak prima, bisa terjadi slip dan berputar 180
derajat. Kejadian ini bisa disebabkan oleh permukaan ban yang sudah
gundul, tekanan ban yang tidak rata, atau sistem pengereman yang
hanya pakem sebelah. Bisa juga karena kondisi jalan yang licin.
Bila Anda dalam kecepatan 110 km/jam, pengereman mendadak bisa
mengakibatkan perputaran mobil dua kali 360 derajat. Beruntung bila
jalannya lebar, sehingga tidak terjadi benturan dengan kendaraan
lain. Kalau sebaliknya yang terjadi, maka kecelakaan pun tak bakal
terhindarkan, bodi mobil rusak berat, dan mungkin Anda pun terluka,
sementara si kucing lari dengan selamat.
Bila Anda menjumpai kucing sebaiknya jangan dihindari,
diterjang saja. Orang-orang tua yang semula menganggap tabu bila
menabrak kucing -- karena dianggap membawa kesialan -- kini sudah
membuat penangkalnya. Kata para sopir, setelah menabrak kucing,
buanglah uang receh, Anda pun akan terbebas dari "kesialan".
13 Agustus 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar