Awalnya saya mau att di Milis KAS, tetapi takut kebesaran file. Belum tau att langsung jejeje
13 Agustus 2010
Langganan:
Postingan (Atom)
Sejak tanggal 15 Mei 2008, artikel, tanya jawab dan semua aktifitas pindah ke ke www.bengkelgratis.com Semenatra ini silahkan liat liat. Mohon saran dan dukungan para pembaca. Terima kasih atas partisipasi pembaca. martin.teiseran@yahoo.co.id
Mengenai Saya
Pindah
http://martin1948.blogspot.com akan segera di tutup dan akan dipindahkan ke alamat baru www.bengkelgratis.com
IKLAN
Tiga Teknisi Toyota Body Painting kami juara 2 Asia Pasifik.
Dukung Pembangunan Indonesia
Tahun Pariwisata Indonesia
Blog Perlu di Kunjungi
Buku buku
Buku dapat dibeli di TB Gramedia, TB Gunung Agung dan TB Merbabu
Partisipasi Pembaca
selamat pagi om martin.... saya baca jawaban om di rubrik konsultasi OTO ttg : Xenia pakai bensin tanpa timbal. Di dalam jawaban om menyatakan bahwa bensin premium di semarang masih mengandung timbal. Padahal menurut informasi yang saya peroleh dari Vice president of fuel sales & distribution Pertamina bapak Djaelani Sutomo menyatakan bahwa pertamina telah mendistribusikan bensin tanpa timbal ke seluruh indonesia sejak 2006.karena sejak tahun 2007 semua mobil yang diproduksi di Indonesia harus sesuai standart emisi Euro 2. pernyataan itu juga saja konfirmasikan lagi ke sdri Heppy wulansari Humas pertamina Jateng DIY yang menyatakan bahwa premium di jateng DIY sudah bebas timbal. besar harapan saya agar om martin dapat meng up date informasi tersebut sehingga tidak menyesatkan masyarakat umum. terimakasih dan mohon maaf.... hormat saya Dicky Kusprapto dicky_ks@yahoo.co.id
Terima kasih atas kunjungan Anda
Ringan-Ringan Otomotif
Tanpa Klakson
Seorang teman menceriterakan, ia baru pulang dari Jepang. Nagoya dan Kyoto menjadi dua tempat tujuannya. Ia sangat kagum dengan disiplin orang disana, salah satunya adalah tertip berlalu lintas. Selama di sana, Aries tidak pernah mendengar bunyi klakson, karena semuanya tertip. Gantian ketika dia pulang ke negeri tercinta ini, ia hanya bisa mengelus (jawa, menyapu) dada. Ia menyetir mobil, nerada nomer 3 dibelakang mobil lain. Ia di klakson, bunyinya keras lagi. Ah bangsaku, kapan bisa seperti Jepang, keluhnya.
Coba pak Martin, pikir, apakah dia minta saya meloncati mobil yang berada idepan saya?
Lain lagi kata, Djoko. Ketika ia ke Jepang, di perempatan, dia lihat lampu masih hijau, akan tetapi mobil di depannya berhenti, walaupun ada beberapa sudah berjalan. Lalu ia bertanya kepada teman yang orang Jepang, mengapa ia berhenti. Jawab temannya, orang itu malu, kalau nanti dia berhenti di tengah jalan perempatan. Karena menurut perkiraaanya, waktu tak cukup untuk antri keluar dari perempatan. Nanti bisa membuat kemacetan.
Ketika ia kembali ke negeri tercinta ini, ia mau praktekkan di perempatan yang ramai, ia malah di maki, sok moralis. Padahal ia tau pasti akan menimbulkan kemacetan. Ia hanya bisa mengelus dada, dan ikut gila, ketika lampu sudah kuning tancap gas saja...... ha ha ha
Tak Butuh Rem
Teman kepala bengkel dari Ujungpandang (Makasar) pada tahun tujuh puluhan berceritra tentang prilaku pembeli mobil Kijang kala itu.
Mungkin karena melihat bentuk dan penyelesaian Kijang demikian sederhananya maka ia mengajukan permintaan ketika membeli sebuah Kijang pikup.
Setelah semua acara transaksi beres ia membuat seisi ruangan terbelalak.
Serius ia mengatakan:"Saya minta perangkat rem mulai dari pedal rem, master rem, kampas rem, minyak rem pokoknya yang berhubungan dengan rem agar di buang saja" Semuanya lalu bertanya"lho bagaimana nanti caranya menghentikan mobil?" "Ah gampang saja. Sudah saya sediakan seutas tali berikut sebuah batu besar. Nanti kalau saya butuh rem saya tinggal melego batu keluar dari jendela. Bukankah semua jendela Kijang hanya terbuat dari tarpal?"
Halo Pak Robby Tan, apa kabar?
Seorang teman menceriterakan, ia baru pulang dari Jepang. Nagoya dan Kyoto menjadi dua tempat tujuannya. Ia sangat kagum dengan disiplin orang disana, salah satunya adalah tertip berlalu lintas. Selama di sana, Aries tidak pernah mendengar bunyi klakson, karena semuanya tertip. Gantian ketika dia pulang ke negeri tercinta ini, ia hanya bisa mengelus (jawa, menyapu) dada. Ia menyetir mobil, nerada nomer 3 dibelakang mobil lain. Ia di klakson, bunyinya keras lagi. Ah bangsaku, kapan bisa seperti Jepang, keluhnya.
Coba pak Martin, pikir, apakah dia minta saya meloncati mobil yang berada idepan saya?
Lain lagi kata, Djoko. Ketika ia ke Jepang, di perempatan, dia lihat lampu masih hijau, akan tetapi mobil di depannya berhenti, walaupun ada beberapa sudah berjalan. Lalu ia bertanya kepada teman yang orang Jepang, mengapa ia berhenti. Jawab temannya, orang itu malu, kalau nanti dia berhenti di tengah jalan perempatan. Karena menurut perkiraaanya, waktu tak cukup untuk antri keluar dari perempatan. Nanti bisa membuat kemacetan.
Ketika ia kembali ke negeri tercinta ini, ia mau praktekkan di perempatan yang ramai, ia malah di maki, sok moralis. Padahal ia tau pasti akan menimbulkan kemacetan. Ia hanya bisa mengelus dada, dan ikut gila, ketika lampu sudah kuning tancap gas saja...... ha ha ha
Tak Butuh Rem
Teman kepala bengkel dari Ujungpandang (Makasar) pada tahun tujuh puluhan berceritra tentang prilaku pembeli mobil Kijang kala itu.
Mungkin karena melihat bentuk dan penyelesaian Kijang demikian sederhananya maka ia mengajukan permintaan ketika membeli sebuah Kijang pikup.
Setelah semua acara transaksi beres ia membuat seisi ruangan terbelalak.
Serius ia mengatakan:"Saya minta perangkat rem mulai dari pedal rem, master rem, kampas rem, minyak rem pokoknya yang berhubungan dengan rem agar di buang saja" Semuanya lalu bertanya"lho bagaimana nanti caranya menghentikan mobil?" "Ah gampang saja. Sudah saya sediakan seutas tali berikut sebuah batu besar. Nanti kalau saya butuh rem saya tinggal melego batu keluar dari jendela. Bukankah semua jendela Kijang hanya terbuat dari tarpal?"
Halo Pak Robby Tan, apa kabar?