Suara Merdeka Oktober 2005
Pak Martin, kami adalah membaca setia rubrik Tips Oto yang bapak asuh. Kami ingin mengajukan pertanyaan menyangkut sedan yang kami pakai. Akhir- akhir ini pengeluaran untuk bahan bakar menjadi lebih besar, setelah harga pertamax naik hampir 2 kali lipat. Kami tertarik membeli mobil yang berteknologi mutakhir, yang tadinya mengharapkan pemakaian bensin bisa lebih hemat karena harga pertamax masih Rp 2.400 waktu itu. Kami diberitahu oleh dealer bahwa Vios kami harus menggunakan Pertamax, karena kalau menggunakan premium (di Jawa Tengah masih mengandung timbel) dan kemudian kalau ada kerusakan mesin maka garansi akan hilang. Mengapa harus menggunakan Pertamax? Sekarang kami memutuskan menggunakan premium, apakah akan ada akibat yang fatal pada mobil kami? Budhi S. Gejayan Yogyakarta.
Jawab:
Pertanyaan yang bagus mewakili banyak pemakai mobil yang sedang was- was menggunakan premium, di luar Jakarta Raya yang sudah bebas timbel. Sesungguhnya mobil mutahir tidak perlu harus di hubungkan dengan bensin tanpa timbel atau bertimbel, sejauh pertama mobil tidak dilengkapi dengan Catalytic Converter (CC) dan kedua mobil tidak menggunakan sistim direct injection (pada mobil bensin).
Sejauh ini CC digunakan untuk menghilangkan dampak buruk pada kesehatan dari sisa gas buang knalpot. Dengan CC, emisi gas buang yang berbahaya untuk manusia seperti CO, HC, dan Nox dapat di reduksi bahkan dihilangkan sama sekali menjadi CO2, H2O dan N2 yang tidak berbahaya. Jadi tidak berhubungan langsung pada kinerja mesin.
Sedangkan disisi lain mesin membutuhkan oktan tinggi. Premium (85) tidak cocok untuk mesin tertentu dan harus menggunakan pertamax (92) dan pertamax plus (95). Sebuah mesin yang dianjurkan menggunakan oktan 92, bila diisi premium, maka tenaga mesin tidak akan maksimal, akan tetapi tidak merusak mesin, sejauh tidak terjadi detonasi (ngiklik), berkepanjangan.
Pengaruh bahan bakar yang mengandung timbel pada mesin, setelah mobil menempuh sebuah jarak tertentu, timbel yang berada pada bensin premium akan menyumbat CC, yang konstruksinya seperti sarang lebah. Kalau sidah tersumbat maka gas buang tidak tersalurkan dan mesin menjadi mogok.
Beberapa informasi berikut ini mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan Anda. Kendaraan serupa sudah digunakan sebagai taksi yang juga memakai CC. Ternyata selama ini tidak bermasalah kendati menggunakan premium bertimbel (Jawa Tengah dan DIY). Ada yang sudah setahun jadi minimal sudah 72.000 km ternyata belum ada keluhan. Sehubungan dengan garansi, maka garansi 2 tahun dan 50.000 km sudah terlewatkan. Kalau sekarang ada kebijakan garansi 3 tahun 100.000 km, perkiraan saya juga akan terlewatkan tanpa keluhan berarti.
Namun perlu diingat, bahwa suatu saat CC akan tersumbat, disekitar 150.000 km. Bila kejadian itu tiba, cukup dengan membuang CC dan mobil akan beroperasi normal kembali. Perlu diketahui bahwa sebelum CC tersumbat maka ada gejala penurunan tenaga mesin, sama hal- nya bila knalpot motor tersumbat. Maka sejak itulah CC harus dibuang, dengan catatan sensor O2 yang ada dipasangkan kembali. Anda bisa membawa ke bengkel knal pot, pemotongan dan penggantian akan dikerjakan dengan sempurna.
Kesimpulannya, sejauh pemerintah belum menetapkan pengawasan yang ketat tentang emisi gas buang maka CC tidak perlu, karena dengan mesin DOHC, MPI, EFI dan VVT-i emisi gas buang berada jauh dibawa ambang batas peraturan pemerintah.
19 Agustus 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar