Suara Merdeka Agustus 2000
Suasana krisis seperti sekarang ini, membuat banyak orang berpikir untuk menghemat uang bila ingin membelanjakan sesuatu. Satu hal yang membuat banyak orang terheran- heran adalah tingginya kenaikan suku cadang mobil. Sampai sekarang kenaikan harga suku cadang sudah mencapai 2,5 kali dibandingkan harga sebelum krisis ekonomi di negeri ini. Memperbaiki sesuatu bagian mobil yang rusak di bengkel saat perlu ditanya dulu, karena bisa membuat anda terheran- heran. Celakanya bila tidak siap.
Berita santer menyatakan minyak bumi juga akan naik, tinggal menghitung waktu. Walaupun negeri ini termasuk menghasilkan minyak bumi tetapi kenyataannya pengaruh nilai tukar dolar yang melambung, menyebabkan Bahan Bakar Minyak (BBM) ikut naik.
Lazimnya bila BBM naik maka biaya perjalanan dengan mobilpun mengalami kenaikan. Maka bijaksana bila mulai saat ini memelihara mobil agar tidak mengeluarkan biaya lebih banyak lagi. Ataupun kalau mau perbaiki dan perlu penggantian suku cadang bisa mencari yang paling ekonomis..
Beberapa hal berikut ini bisa membantu anda menyikapi situasi yang sedang terjadi. Tentunya bijaksana melakukan perawatan. Mempersiapkan mobil agar mobil tidak boros bahan bakar. Mencari suku cadang alternatif yang kwalitasnya baik tetapi ekonomis. Platina yang masih bisa digosok, maka pakai saja. Selain kedua hal yang sudah disinggung, maka hal ketiga ini juga sangatlah penting. Cara mengemudi di perjalanan perlu pula diperhatikan. Lebih sabar dan hati- hati bisa mengurangi resiko yang tidak diinginkan. Bila terjadi kecelakaan, atau menyenggol mobil lain, anda pasti mengeluarkan biaya yang tidak tanggung besarnya. Karena biaya mengecatan sekarang sangat mahal. Harga cat yang dulunya 1 liter Rp. 25 000 sekarang bila lebih dari Rp.250.000.
Hemat bahan bakar
Lazimnya pemilik mobil yang kurang paham pasal mobil hanya menyampaikan keluhan, bahwa mobilnya boros dan, diikuti dengan pernyataan mesin kurang enak. Ciri- ciri seperti mesin yang kurang bertenaga, ngoyo, ngelitik dan panas biasanya berhubungan erat dengan mesin yang kurang beres, tidak efisen serta boros bahan bakar. Maka umumnya pemilik mobil disarankan untuk mengambil menu Tune up mesin Menu tune up ini memang ampuh bagi mobil yang menggunakan karburator. Tidak demikian bagi mobil yang sudah menggunakan EFI, MPI dan sebagainya. Ternyata tune up pada mesin- mesin kuno seperti stel klep, stel platina, stel karburator sudah tidak perlu dilakukan lagi pada mobil- mobil berteknologi tanpa karburator. Tidak banyak hal yang dapat dilakukan pada mobil- mobil ini. Busipun dibersihkan dan diganti pada 50.000 sampai 100.000 km. Dengan kata lain semakin sedikit pekerjaan yang dilakukan pada mobil tanpa karburator. Mobil- mobil dengan teknologi maju tersebut saat ini cukup dipelihara dengan lebih sering membersihkan saringan udara, mengganti saringan bensin (tanpa timbel) dan mengganti saringan oli setiap 10.000 km.
Kendati demikian mesin- mesin tersebut perlu juga mendapatkan perawatan berkala- dan sesekali diperiksa dengan pelatan test. Semudah apapun cara pemeliharaan pada mobil EFI, maupun mobil yang masih menggunakan karburator maka proses tune up harus ditunjang dengan perlengkapan yang memadai.
Bagi pemilik mobil berkarburator, keandalan teknisi tua yang menggunakan filling masih bisa membantu. Walaupun akhirnya mobil menjadi enak dipakai, tetapi sudah menghabiskan waktu yang lebih lama. Sedangkan bila menggunakan beberapa alat seperti, tune up tester, gas analyzer bahkan intelligent tester membuat pekerjaan tune up menjadi lebih cepat dan akurat.
Ketiga tester tersebut sesungguhnya menjadi peralatan pokok untuk membuat kinerja mesin tetap optimal. Mobil hemat bensin selalu menunjukan CO rendah. CO yang rendah merupakan salah satu indikator bahwa kinerja mesin optimal, dan itu baru bisa diketahui setelah menggunakan peralatan test emisi gas buang yang ditempatkan pada knelpot mobil. CO yang rendah menunjukan bahwa telah terjadi pembakaran bahan bakar dan udara optimal dibandingkan dengan CO mesin lain dengan CO yang lebih tinggi. Sesungguhnya kandungan CO, 2 sampai 3 %/ volume sudah termasuk tinggi. Karena CO mobil berteknologi EFI (lebih kecil dari 1%), Gasolin Direct Injection (0.5 %/volume) . Mobil Hibrida Toyota Prius lebih rendah lagi yakni 0.05 %/volume.
Lalu bagaimana teknisi bisa mengatahui kadar emisi gas buang CO rendah bila bengkel tidak dilengkapi dengan meter test. Urungkan saja niat untuk tune up, dan cari bengkel lain yang memiliki peralatan lengkap. Bahkan mobil- mobil CBU yang mulai malang melintang dinegeri ini sudah menggunakan, teknologi- teknologi seperti, VVTL-I, Vtec dan berbagai sensor yang digunakan untuk meningkatkan kinerja maupun kenyamanan mobil. Alat test emisi gas buang saja tidak cukup, malah harus ada intelligent - tester yang saat ini masih menjadi barang mewah dimata taknisi.
Solar untuk mobil diesel
Banyak orang memilih membeli mobil dengan bahan bakar solar, karena harganya separuh harga bensin premium. Walaupun kurang nyaman, pemilik mobil solar bisa menghemat karena solar mendapat subsidi pemerintah lumayan besar. Karena itu, ebagian pemilik mobil solar kurang memperhatikan warna gas buang, walaupun sebetulnya warna gas buang hitam menunjukan mesin tersebut boros, dan bila mesin ditune up mesin bisa lebih hemat dan bertenaga. Dengan mengganti saringan udara baru biasanya kejadian dengan tersebut bisa diatasi, kecuali kondisi mesin mobil sudah termasuk payah, warna gas buangnya nornal lagi.
Ada tiga penyebakan mengapa mobil boros atau hemat.
Pertama pengaruh pengemudi yang bisa membuat mobil hemat atau lebih boros antara 10- 15 %. Kedua kondisi mesin yang prima ditandai dengan ujung knal pot berwarna abu- abu dan mobil yang melaju ringan. Ketiga perlengkapan- perlengkapan meningkatkan kenyamanan pengemudi dan penumpang seperti power steering dan kompresor AC yang langsung menambah beban pada mesin yang bida ikut menaikan tingkat pemakaian BBM sampai 15
Pengemudi
Prilaku mengemudi yang menjalankan mobil terburu- buru bukan saja tidak nyaman bagi penumpang tetapi juga memboroskan. Misalnya suka menginjak pedal gas sampai habis dan kemudian tidak lama kemudian harus mengerem secara mendadak karena ada mobil atau lampu pengatur lalu lintas tentu saja akan ikut memperlanjar pemborosan bahan bakar. Belum lama berselang penulis mencoba Kijang EFI dari Semarang- Solo pp. Berangkat dari Semarang mengemudikan mobil menggunakan cara sopir angkutan umum yang mengejar storan, sehingga RPM mesin selalu menunjukan angka diatas 3.500. Pulangnya menggunakan cara yang lebih santai dan RPM selalu dibawah 3.500. Ternyata hasil pengetesan sangat mengesankan. Pengetesan waktu berangkat, 1 liter hanya untuk 7.8 km. Waktu pulangnya 1 liter bensin untuk bisa mencapai 11.8 km. Selain lebih aman dalam perjalanan maka pengoperasian mobil secara santai menghasilkan penghematan bahan bakar yang lumayan
(Martin Teiseran)
17 November 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar