24 Januari 2008

BILA RAKSASA OTOMOTIF BERSINERGI

KOMPAS, Kamis, 27-11-1997. Halaman: 21

TEKNOLOGI canggih itu memang mahal. Tidak mengherankan, bila pabrik-pabrik mobil dunia setiap tahunnya mengeluarkan anggaran besar untuk penelitian dan pengembangan. Hal itu dilakukan agar mereka tidak ketinggalan teknologi, dan ketinggalan pasar dari pabrik-pabrik yang lain.

PERUSAHAAN mobil Toyota, misalnya, tidak segan-segan menyisihkan 6% dari total penjualannya untuk bidang penelitian dan pengembangan (R & D) ini. Dengan uang sebanyak itu, sepantasnyalah perusahaan Jepang tersebut diperhitungkan kalangan industri otomotif dunia. Dalam kenyataannya, pabrik mobil Jepang ini memang berhasil menjual produknya sebanyak 2.104.797 unit di dalam negeri dari total penjualannya yang 7.077.745 unit per tahun. Dalam percaturan pasar
mobil dunia, Jepang menduduki peringkat kedua.
Berdasarkan merek, Toyota masuk dalam hitungan tiga besar setelah General Motor (GM) dan Ford dari AS. Sedangkan pasar mobil terbesar di dunia adalah Amerika Serikat, dengan jumlah permintaan sebanyak 15.453.000 unit per tahun.
Situasi seperti ini ibarat seperti lingkaran. Bisa menjadi lingkaran malaikat, akan tetapi bisa juga menjadi lingkaran setan. Artinya, sebuah pabrikan otomotif yang penjualan unitnya sedikit tentu akan berat menanggung beban biaya R & D yang tak sedikit.
Semisal, pabrik kecil yang menyisihkan 25 persen dari seluruh sales-nya, toh nilai nominalnya tetap kecil untuk menyaingi pabrik raksasa yang menguasai pasar seperti Toyota.
Sebaliknya, bagi Toyota yang sudah sedemikian besar pangsa pasarnya di dunia. Angka 6 persen dari seluruh penjualannya sudah cukup fantastis. Kalau tahun 1996, Toyota menyisihkan dana senilai 4,8 milyar dollar AS per tahun untuk keperluan ini, maka tahun 1997 bukan tak mungkin bisa mencapai di atas 5 milyar dollar AS, lebih dari Rp 17,5 trilyun. Suatu angka yang sungguh tak sedikit.
Kendati sudah mengantungi penguasaan pasar dalam negeri yang lumayan besar (sampai 30 persen tahun 1996), tetap saja Toyota masih menggandeng General Motor di Timur (AS), serta Volkswagen (Jerman) di Barat. Upaya ini bukan mustahil merupakan sinergi yang bisa mengancam kelangsungan industri-industri otomotif saingan mereka. Dengan menguasai pasar mobil dunia, maka semakin kuat pula R & D ketiga pabrik otomotif di atas meninggalkan pabrik yang lain.
***

KERJA sama Toyota dengan GM, menghasilkan produk Toyota Cavalier. Sebuah sedan mewah Jepang yang dibuat di AS dan dikembangkan oleh raksasa otomotif GM di Ohio Plant, AS. Perusahaan Jepang tersebut memegang manajemen penjualannya. Sebelum itu, Toyota Motor Manufacturing di Kentucky AS membut Toyota Avalon, yang khusus diekspor ke Jepang serta khusus dijual untuk Negeri Matahari tersebut.
Kerja sama dengan VW di Barat, Toyota juga merintis kerja sama dengan cara memasarkan dan sarana penunjang pemasaran VW/Audi, antara lain untuk produk VW Polo, Golf, Vento, A4-A6-A8 serta Cabriolet di 96 buah show room di berbagai kota Jepang. Upaya perusahaan Jepang ini tentunya membuat mulus perjalanan pemasarannya ke Barat. Selama ini, Nissan dikenal luas sebagai industri otomotif Jepang yang berpredikat "spesialis barat".
Tindakan Toyota menggandeng GM dan VW sudah barang tentu mempunyai visi jauh ke depan, dilandasi pula oleh pengertian saling menguntungkan, dan sudah pasti pula didukung oleh kuatnya finansial ketiga pabrik mobil tersebut.
Fenomena ini bisa menjadi sebuah ancaman serius bagi lawan-lawan Toyota, GM dan VW yang pada suatu saat bakal menguasai pasar mobil dunia. Buktinya, saat ini ketiga pabrik mobil tersebut sudah melahirkan inovasi teknologi yang mengesankan di bidang otomotif.
Sebut saja, mobil dengan teknologi fuel cell yang sedang dimasyarakatkan, baik di Jepang maupun di AS oleh General Motor dan Toyota. Atau, revolusi teknologi otomotif dengan adanya mobil hibrida oleh Toyota maupun Audi Duo yang saat ini manajemennya di bawah bendera VW.
Beruntung pula karena ketiga merek tersebut didukung oleh pasar dalam negerinya yang kuat sehingga mampu membiayai teknologi yang inovatif. Semboyannya, mungkin, kalau mau mobilnya laku maka pabrik mobil harus menguasai teknologi. Untuk itu, tentunya memerlukan biaya.
Keinginan pasar akan mobil yang bersahabat dengan lingkungan (enviromental friendly), hemat bahan bakar dan kenyamanan, menuntut kerja keras pabrikan mobil untuk mewujudkannya.
Ada tiga pekerjaan rumah bagi pabrikan mobil kalau ingin memenangkan kompetisi tersebut pada saat ini. Pertama, memodernkan sarana kerja di pabrik, yaitu menggunakan robot dan meninggalkan sumber tenaga uap ke listrik.
Kedua, menyediakan biaya R & D yang ternyata sangat besar untuk membikin inovasi produk baru yang mampu bersaing. Dan ketiga, investasi die (cetakan) bodi serta mesin mobil yang juga kesemuanya sangat besar biayanya.
Akibat tidak dilakukannya ketiga 'syarat' tersebut, pabrik-pabrik yang tak kuat keuangannya akan tertinggal pula teknologinya. Konsekuensi lebih lanjut: produk-produknya ditinggalkan pasar, alias tidak laku.
Sulit untuk menentukan, mana yang harus diprioritaskan dari ketiga hal tersebut. Sementara, bila dilakukan bersamaan, tentu membutuhkan siraman modal yang tak sedikit. Sebaliknya, merek yang kuat keuangannya semakin kuat pula mencengkeram kukunya di pasar mobil dunia, karena mampu melakukan serempak ketiga hal di atas.
***

PASAR mobil memang menjanjikan masa depan yang cerah, seirama dengan tuntutan umat manusia akan mobilitas yang semakin cepat. Pasar mobil saat ini masih terbuka lebar untuk enam milyar penduduk bumi. Cina, misalnya, yang berpenduduk lebih dari 1 milyar, atau Indonesia yang 200 juta jiwa, dan India 600 juta penduduk, adalah pasar masa depan yang menggiurkan.
Dari ketiga 'calon' pasar ini, Cina menduduki peringkat pertama dalam hal peluang pasarnya untuk mobil-mobil dunia. Hal ini diperkuat kenyataan bahwa pertumbuhan ekonominya paling tinggi di kawasannya. Kalau suatu saat pendapatan per kepala Cina mencapai 2.500 dollar AS, maka dibutuhkan setidaknya 8,5 juta unit mobil per tahunnya di Negeri Tirai Bambu ini.
Ambil contoh Thailand, misalnya, ketika pendapatan per kapita mereka mencapai AS $ 2.500 pada tahun 1995, permintaan mobil di Negeri Gajah Putih ini melonjak mencapai 500.000 unit, dari jumlah penduduk yang 60 juta jiwa! (Bandingkan dengan permintaan mobil di Indonesia yang baru sekitar 300.000 unit per tahunnya).
Menunggu pasar di Cina. Hal inilah yang mungkin membuat eksekutif Nissan mengatakan: mereka baru merasa perlu mengadakan perubahan (teknologi mesin mobilnya sehubungan dengan merebaknya isu akan punahnya minyak bumi) bila suatu saat setiap dua penduduk Cina menggunakan satu mobil, atau ada 500 juta mobil di negeri tersebut.
Saat ini, populasi mobil di dunia adalah sekitar 666 juta unit, terbanyak beroperasi di Negeri Paman Sam. Sebagai negara adidaya yang selalu suka akan ungkapan 'ter', mereka mengantungi angka 30% atau 208 juta unit mobil yang setiap harinya berkeliaran di jalan-jalan negeri tersebut, kemudian disusul Jepang 67 juta unit mobil. Artinya, dari kedua negeri tersebut ada sekitar 275 juta unit operasi mobil atau 41 persen.
Produksi pabrik mobil seluruh dunia pada tahun 1996 sekitar 50,787 juta unit. Separuhnya dibuat oleh bangsa Amerika Serikat, Jepang dan bangsa Aria (Jerman). Atau persisnya berjumlah 25,845 juta unit. Kerja sama erat yang sedang dilakukan oleh tiga pabrik mobil, yakni GM di AS, VW di Jerman dan Toyota di Jepang, mendudukkan masing-masing menjadi penguasa pasar nomor satu di negerinya.
Kebetulan pula, di negeri masing-masing ketiga pabrik ini menduduki urutan 1, 2 dan 3 populasi terbanyak di dunia. AS tercatat 208 juta, Jepang 67 juta dan Jerman 43,5 juta. Sebagai perbandingan, pada tahun 1995 ketiga raksasa otomotif yang memiliki pabrik di berbagai negeri ini membuat 15.632.780 unit mobil. GM membuat 7.997.790 unit, Toyota 4.512.076 dan VW 3.122.910 unit.
***

MOBIL bisa dikatakan identik dengan orang Amerika, karena ratio angka pemakaiannya nyaris satu mobil untuk satu orang. Tepatnya, satu mobil dipakai oleh 1,9 orang AS! Italia juga menduduki peringkat sama dengan AS, namun jumlah penduduknya yang kecil membuat negeri ini tidak berpengaruh besar
terhadap produksi otomotif dunia. Kanada dan Jerman 2,2 orang per mobil, Inggris dan Perancis 2,4 orang setiap mobil. Jepang sendiri baru 2,7 orang setiap mobil.
Hidup matinya industri otomotif memang tergantung dari pasar dalam negerinya, bukan dari pasar ekspornya. Hal itu terjadi pula pada Toyota, GM dan VW. Toyota, yang sepanjang sejarah menguasai pasar mobil di Jepang sekitar 30 persen, menjadi nomor satu di Jepang. Artinya, pada tahun 1966 dari 7.077.745 unit yang terjual di Jepang, 2.104.797 di antaranya bermerek Toyota. Atau, sekitar 30 dari 100 mobil yang terjual di Jepang bermerek Toyota. Baru kemudian disusul Nissan, 15,5 persen.
Kekuatan penguatan pasar yang demikian besar menjadikan Toyota satu-satunya merek yang berhasil membuat jenis dan varian mobil paling banyak di dunia. Ada 60 jenis mobil dengan 99 varian, plus tiga macam alat industri forklift.
Bisa dibayangkan, berapa besarnya investasi dan luasnya area yang dipakai untuk membangun pabrik. Bahkan tak hanya itu, sebuah kota di pinggiran Nagoya sampai-sampai dinamai Toyota City, karena kebanyakan penduduknya bekerja di pabrik Toyota. Dengan demikian, di kota ini market share Toyota menempati angka tertinggi di dunia, sekitar 80 persen. Ke mana pun Anda pergi di Nagoya, Anda akan selalu bertemu Toyota...

( Martin Teiseran, ahli mekanik, pengamat otomotif)

Tidak ada komentar:

Konsultasi, informasi dan tanya jawab. Kirim email ke martin.teiseran@yahoo.co.id


Free shoutbox @ ShoutMix