Maaf pembaca, selama dua hari saya absen, maklum di Muntilan telkomnet tak lancar......
KOMPAS, Selasa, 14-09-1999. Halaman: 9
Agaknya kita belum sadar akan pentingnya CO rendah dan kebersihan
lingkungan. Terbukti, masih sering kita temui bus dan truk bebas
melepaskan asap tebal yang selain berbahaya bagi kesehatan juga
menghalangi pandangan mata pengemudi di belakangnya.
***
SEANDAINYA lubang pembuangan knalpot kendaraan itu ada di depan
hidung kita, mungkin kita segera sadar perlunya menjaga kebersihan
udara. Padahal emisi gas beracun kendaraan bermotor sudah banyak
memakan korban.
Ingat kisah orang pacaran di Ancol yang meninggal di dalam mobil
yang AC dan mesinnya hidup? Atau kisah dua anak kecil yang tertidur
dalam mobil yang AC dan mesinnya hidup, lalu ditinggal ibunya
berbelanja, dan ketika ditemukan sudah tak bernyawa? Pernah terjadi,
karena hujan, semua jendela mobil ditutup, dan AC dihidupkan. Ketika
turun, seluruh penumpang lemas dan muntah-muntah. Ternyata CO merayap
masuk ruang penumpang karena knalpot bocor atau melalui bodi yang
keropos.
Bahayanya, CO adalah gas tidak beraroma. Lewat penapasan, ia
mengikat Hemoglobin 210 kali lebih kuat dibanding O2 yang dihirup.
Dengan kata lain, CO dengan kadar tertentu, amat cepat mencapai
syaraf di otak. CO dengan konsentrasi 100 ppm menyebabkan pusing dan
cepat capek, pada 250 ppm akan membuat seseorang pingsan, dan pada
konsentrasi 1.000 ppm, bisa membuat seseorang mati. Sedangkan pada
udara segar di pegunungan, kadar CO hanya 0,05 ppm. Kini, pemerintah
atau LSM banyak mendirikan tugu untuk memantau tingkat CO.
Meski banyak memakan korban, namun agaknya kita belum sadar akan
pentingnya CO rendah. Di jalan raya, masih sering ditemui bus dan
truk bebas melepaskan asap tebal. Padahal gas buang yang pekat selain
berbahaya bagi kesehatan, juga menghalangi pandangan mata pengemudi
di belakangnya. Rendahnya kesadaran akan kebersihan udara, membuat
udara yang kita hirup makin beracun.
Sejauh ini, Jakarta disebut menduduki peringkat ketiga setelah
New York dan Bangkok, sebagai penghasil gas beracun, terutama yang
disemburkan kendaraan bermotor. Bisa dipastikan, polusi udara di
Jakarta akan segera diikuti kota-kota besar lain seperti Medan,
Surabaya, Ujungpandang, dan kota-kota lain di Jawa Tengah seperti
Semarang, Solo, atau Yogyakarta.
Bisa Dikurangi
Tinggi-rendahnya CO pada gas buang kendaraan, bisa menjadi
indikator kinerja mesin mobil. Bila CO rendah, bahan bakar yang masuk
silinder terbakar habis, mesin lebih bertenaga dan irit bahan bakar.
Sebaliknya, bila gas buang ber-CO tinggi, mesin kurang bertenaga dan
boros bahan bakar.
Lalu, bagaimana mengetahui kadar CO? Bengkel-bengkel besar
biasanya menggunakan alat yang disebut gas analyzer. Dengan alat ini,
mesin disetel kembali untuk mendapatkan CO terrendah. Tune-up tidak
cukup untuk mengetahui besar kadar gas CO yang dibuang.
Teknologi kendaraan bermotor pun sudah amat maju. Desain mesin,
diarahkan agar ramah lingkungan. Pasokan bahan bakar yang diinjeksi
dan dikendalikan komputer, menghasilkan kinerja mesin yang optimal
dan produksi gas beracun yang minim. Teknologi injeksi seperti sistem
Electronic Fuel Injection (EFI) dan catalytic converter yang
dipasangkan pada knalpot, bisa menjadi alternatif
mengurangi "produksi" gas beracun. Namun, dibanding EFI, catalytic
converter tidak begitu efisien, karena komponen ini tidak berpengaruh
langsung pada kinerja mesin, dan hanya mengelola gas dengan kandungan
CO, NOx dan HC yang cukup minim.
Bagaimana cara mengurangi kadar CO?
1. Tes kompresi mobil Anda, sesuai spesifikasi mesin mobil. Mesin
bensin yang bertekanan kompresi rendah, umumnya tidak bertenaga,
boros oli (tiap 1.000 km mungkin harus menambah oli satu liter).
Ujung knalpot berjelaga hitam, bukan abu-abu.
2. Saringan udara harus sering dibersihkan dan diganti setiap 20.000
km. Permukaan saringan udara yang tersumbat debu, akan lebih banyak
menyedot bensin, membuat campuran dengan udara tidak imbang.
3. Gas buang ber-CO tinggi, bisa dinetralisir dengan catalytic
converter yang dipasang pada saluran gas buang guna mengurangi jumlah
CO, NOx, dan HC. Alat itu sendiri merupakan komponen knalpot dari
emission control system.
Memang, tidak semua bengkel dilengkapi gas analyzer. Namun,
melihat tren dunia otomotif saat ini, memiliki alat ini sudah menjadi
keharusan sebuah bengkel.
(martin teiseran, ahli mekanik)
Ingat kadar CO yang merendah menunnukan mobil Anda irit. Oleh karena itu setelah melakukan Engine Tune Up mintalah kepada bengkel agar di test kadar CO mobil Anda. Kijang mesin seri K sekitar 2%, namun untuk mesin- mesin Vtec, VVTi yang sudah DOHC CO bisa rendah sampai 0,20 %.
27 September 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar