STATUS mobil memang istimewa. Banyak dari kita sering menempatkan mobil pada posisi yang istimewa. Bahkan sering mobil seperti istri kedua, sangat disayangi dan dimanja. Seorang pejabat umpamanya, kalau mau ditemui pada jam dinas bukan main sulitnya. Tetapi kalau sedang ngobrol soal mobilnya baik dibengkel maupun di tempat parkir bisa berjama-jam. Kalau sedang servis di bengkel, berapa lamapun, betah saja menungguinya. Kalau servis tidak sesuai dengan harapannya atau malah tambah rusak lalu surat dilayangkan kepada redaksi KOMPAS.
Harus diakui sebagian dari pemilik mobil masih mengganggapnya sebagai teman atau lambang status di masyarakat. Hal itu toh tidak perlu terlalu dipusingkan
karena, bagaimanapun juga di mana-mana memang demikian. Coba perhatikan jajaran pada sebuah perusahaan raksasa. Kalau pucuk pimpinannya Marsedes Benz maka berturut-turut di bawahnya menggunakan merk lain yang lebih rendah. Agaknya mobil menunjukan urutan kuasa dalam sebuah perusahaan besar. Hal ini sangat mencolok pada masyarakat Jepang. Bagi seorang tamu Jepang yang bertamu ke Indonesia kalau mendapat mobil klas direktur(di Jepang), seumur hidup dia tidak bakal melupakan. Mereka yang bekerja di Indonesia kalau menggunakan satu merk tertentu, kita ambil contoh seperti TOYOTA yang lengkap gradenya. Presiden direktur menggunakan Crown dengan 2000 CC EFI. Direkturnya menggunakanan Corona.
Manager dan seterusnya menggunakan Corolla, Starlet sampai Kijang Pick Up. Tidak jarang dari melihat mobil jenis apa yang digunakan kita lantas mengetahui sebagai apa orang ini. Tak tahulah, siapa yang mula-mula mengatur hal ini.
Servis mobil baru.
Karena demikian pentingnya status mobil maka pernah seorang pembeli mobil baru menceriterakan perasaan hatinya. Ia tidak tenang karena pihak bengkel mengatakan tidak perlu mengganti oli pada 1000 kilometer pertama. Ia ingat dulu pihak bengkel (dealer mobil) menyuruh mengganti pada 1000 kilometer pertama, bahkan tanpa perlu merogoh kantong karena sudah satu paket (ganti oli dan filter) waktu beli mobil. Sekarang, kata temannya, sangat berbahaya kalau ada sisa-sisa grum (besi halus) waktu mengerjaan mesin di pabrik. Sisa serbuk besi seperti amplas kalau ikut dengan oli kemudian mendatangi metal (bearing) kruk as, bisa barabe. Selanjutnya dikatakan, dulu disuruh mengganti sekarang malah tidak perlu.
Kalau dicermati semua pendapat ini berkembang berasal dari pabrik pembuat mobil juga. Kondisi waktu itu. Umpamannya pada tahun enam puluhan diharuskan mengganti oli setiap 1500 km. Tetapi sekarang karena kemajuan teknologi mesin dan pengelolaan oli maka disuruh mengganti oli setiap 5000 km. Bahkan sebelum tahun delapan puluhan setiap mobil baru mendapat perawatan gratis sampai 5000 kilometer dari pabrik mobil. Oli diganti pada 1000 dan 5000 km. Waktu itu alasannya persis seperti yang diutarakan oleh pemilik mobil baru ini. Mesin baru pada 1000 kilometer masih mengandung banyak sisa besi. Kemudian karena mahalnya mobil maka filter oli yang tidak seberapa ikut diganti. Memberitahukan sesuatu perubahan kepada pemilik mobil baru tentu bukan barang gampang. Apa lagi ia sudah terbiasa dengan lingkungan informasi yang sudah mapan lengkap dengan gambaran akibat buruk yang bakal diterima.
Pada tahun 1988, PT Toyota Astra Motor yang merakit merk TOYOTA di Indonesia mengeluarkan edaran. Sejak saat itu TOYOTA menghentikan penggantian oli gratis mobil baru pada 1000 km pertama, gratisnya oli cuma pada 5000 km pertama. Reaksinya tentu bermacam-macam. Sebagian pemilik mobil malah berkomentar, ini
tentu demi penghematan, biar untungnya lebih gede. Apakah tindakan ini dapat dipertanggung-jawabkan? Berikut penulis kutip beberapa penjelasannya:
1. Pembersihan bagian dalam mesin dan setiap komponen dilakukan sebersih dan sesempurna mungkin. Alat pembersih mesin itu sedemikian bagusnya sehingga pada pengetesan di Jakarta, mesin baru dihidupkan selama 2 jam gram hanya 40,5 mg/unit sedangkan setandar di TOYOTA Jepang 120 mg/unit
2. Berbagai upaya dilakukan pada waktu machining untuk mencegah timbulnya tonjolan-tonjolan (duri-duri) tajam (burrs) yang akan menjadi sepih-serpih metal. Lubang-lubang yang mungkin menyimpan kotoran sisa metal sekarang ditiadakan, tidak ada yang buntu.
3. Kehalusan dan keakuratan pada waktu pengerjaaan bagian dalam dari mesin dan setiap komponen ditingkatkan sampai tahap di mana tidak diperlukan lagi "running in" (mesin). Selanjutnya dikatakannya bahwa di Jepang dan negara-negara lain tidak mengganti oli mesin pada 1000 km pertama sejak tahun 1978. Oli yang digunakan di Indonesia API Servicenya SE/CC (Mesran Spesial) kemampuannya lebih dari 10.000 km, jadi tidak perlu dikhawatirkan kalau tidak diganti pada pemakaian lebih dari 5000 km.
Beberapa bulan yang lalu di halaman koran ini telah di tulis sangat lengkap tentang oli. Bahkan pembuatan oli sudah sedemikian majunya sehingga PRIMA oli buatan pertamina di khususkan bagi mesin- mesin yang menggunakan Twin Cam dengan grade SG. Artinya perkembangan oli mulai dari A pada tahun enampuluhan sekarang sudah sampai grade G.Pemikiran yang rasional sering tidak bisa begitu saja menggeser kebiasan lama. Kebiasaan lama itu, katakanlah pada tahun enam puluhan di mana grade oli baru sampai SA atau SB untuk mobil bensin atau CB untuk meisn disel memang diperintahkan untuk mengganti oli setiap 1500 kilometer maksimum 2500. Kalau sekarang disuruh mengganti setiap 5000 kilometer terasa aneh.
Kalau kita mencermati, sehubungan dengan keterangan Toyota dan beraninya agen tunggal berbagai merk di Indonesia memberikan jaminan Warranty untuk penggantian semua suku cadang kecuali ban, filter, aki sampai 50.000 kilometer atau selama 2 tahun, maka kekuwatiran itu seharusnya dibuang jauh karena:
1. Kalau anjuran itu beresiko tinggi berapa besar claim dari pembelinya yang bakal dibayar. Ambil contoh pada Kijang yang sampai bulan Oktober 1994 atau selama 10 bulan sudah terjual 51.984 unit (sumber Gaikindo). Bila ada 10 persen saja yang rusak akibat oli maka ada lk 5200 unit. Kalau setiap unit dibayar TAM Rp 3 juta maka kerugian sebesar 15,6 meliard.
2. Kalau anjuran itu tidak sesuai maka seharusnya produk itu sudah jatuh dimata masyarakat.
3. Walaupun pihak Pertamina belum pernah memberikan keterangan jang pasti soal umur pakai oli sebenarnya dalam iklannya selalu dikatakan bahwa kwalitas olinya prima dan bisa menempuh jarak lebih jauh.
4. Sering pula kita dihadapkan pada kilometer kesekian yang tertulis pada struk pemberitahuan untuk kembali mengganti oli. Ada yang menulis 2000 ada yang 3000 Km. Hal ini jelas membuat pemilik mobil menjadi ragu. Bagi saya sudah sejak tahun 1979 mengganti oli setiap 5000 km, selama ini tidak pernah mengalami kesulitan yang penting secara teratur memeriksa permukaan oli kalau kurang cukup ditambah.
5. Dari kebiasaan mengganti oli setiap 2500 km menjadi 5000 km coba Anda hitung berapa banyak waktu dan uang yang dapat dihemat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar